Menuju Keluarga Sakinah

14 Mei 2009

IT’S TIME FOR FLOOR TIME!

Secara umum, bermain merupakan aktifitas menyenangkan yang terjadi secara alamiah. Anak memiliki kesempatan luas untuk bereksplorasi dan berimajinasi secara aktif. Nah, floor time, selain menyenagkan, juga memiliki segudang manfaat, diantaranya:

MERANGSANG OTAK.
Bermain yang melibatkan orangtua dan anak secara efektif, akan membentuk emosi positif yang akan mengoptimalkan tumbuh kembang otak anak, Emosi positif menekan kadar kortisol (stress hormone) sehingga meningkatkan asupan glukosa pada hippocampus, bagian dari otak besar yang berperan pada kegiatan mengingat dan navigasi ruangan. Dengan begitu, hippocampus cukup punya energi menjalankan fungsinya sebagai pusat memori, Selanjutnya turut meningkat pula sejumlah fungsi neurotransmitter, yang memungkinkan sel saraf berkomunikasi satu sama lain. Selain membuat sel-sel saraf tidak mudah rusak. Ada pula yang mengatakan, metode floor time yang dilakukan setiap hari selama minimal 30 menit, dapat merangsang keseimbangan otak kanan dan otak kiri.

MENJALIN KEDEKATAN EMOSI.
Melalui floor time diharapkan dapat tercipta kedekatan emosi antara orangtua dan anak. Ini karena Floor Time dapat menjadi wadah untuk mencurahkan perasaan dan gagasan.

MENCIPTAKAN KOMUNIKASI TERBUKA
Pola komunikasi menjadi terbuka. Komunikasi antara anak dan orang tua berkembang baik. Bahkan kemampuan verbal anak pun berkembang karena teristimulasi.

MELATIH KONSENTRASI
Floor time pada intinya melakukan aktivitas bersama yang berkualitas tanpa gangguan dari pihak lain, bahkan televisi. Dengan begitu, anak bisa memberikan antensinya pada suatu kegiatan tertentu pada suatu waktu. Perhatiannya tidak terbagi-bagi. Otomatis itu akan melatih daya konsentrasinya. Anak bisa belajar lebih cepat karena kemampuannya berkonsentrasi.

Sumber : Nakita

04 Mei 2009

Sabar Menanti Si Buah Hati

Hampir setiap orang yang hidup berumah tangga, akan merindukan kehadiran seorang buah hati dalam kehidupannya. Mereka yang belum dikaruniai keturunan, akan melakukan berbagai ikhtiar untuk mendapatkannya. Ada kalanya mereka harus bersabar bertahun-tahun, untuk menunggu lahirnya buah hati. Tak jarang pula, mereka harus rela dengan takdir Allah, yang tidak memberikan keturunan hingga akhir hayatnya.
Anak memang harta yang tak ternilai, dan merupakan amanah dari Allah. Sudah selayaknya kita mensyukuri kehadiran mereka, serta berusaha membesarkan dan mendidik mereka dengan sebaik-baiknya. Sungguh sangat disayangkan, bila saat ini banyak orangtua yang tak menghendaki kehadiran anaknya. Hingga mereka pun tega membuang anaknya sendiri atau menyia-nyiakannya.
Bagaimana kita akan mempertanggungjawabkannya di Hari Akhir nanti, bila ditanya apa yang telah kita lakukan pada anak-anak yang telah diamanahkan pada kita itu?
ANAK SEBERAPA PENTINGKAH?
Ada seorang laki-laki yang sudah berumah tangga selama 20 tahun, tetapi tidak memiliki anak. Kemudian dia menikah lagi, namun belum juga dikaruniai anak, bahkan akhirnya bahtera rumah tangganya dengan kedua istrinya harus berakhir. Akhirnya, laki-laki ini menikahi seorang janda yang sudah memiliki anak, untuk meyakinkan bahwa yang dinikahinya adalah wanita yang subur.
Beberapa waktu kemudian, istrinya pun melahirkan beberapa anak yang sudah sangat lama dia idam-idamkan. Betapa penting arti seorang anak yang terlahir dari darah dagingnya sendiri, bagi laki-laki ini.
Selain sebagai penerus keturunan dan pewaris apa yang kita miliki, anak juga adalah salah satu "perhiasan" dunia. Ketika masih bayi, ia adalah makhluk mungil yang lucu nan wangi, juga menggemaskan. Semua orang suka menimang dan bercanda dengannya. Setiap detik pertumbuhannya adalah kejutan, kebanggaan, dan kebahagiaan bagi orangtuanya.
Ketika anak mulai bisa tengkurap, merangkak, berjalan, dan mengucap sepatah dua patah kata, orangtua akan merasa girang bukan kepalang. Rumah tak akan terasa sunyi lagi, dengan hadirnya si buah hati. Suara canda, tawa, dan tangisnya akan selalu mengisi hari-hari. Saat orangtua harus meninggalkan rumah untuk mencari nafkah, maka bayangan anaknya akan selalu melintas, sehingga ia ingin segera pulang untuk melepas kerinduan.
Allah berfirman, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia, kecintaan kepada hal-hal yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Ali-'Imran: 14)
BELAJAR DARI NABI ZAKARIA
Betapa hidup akan terasa sepi, tanpa kehadiran si buah hati. Namun, bagi Anda yang belum dikaruniai amanah ini, tidaklah perlu berkecil hati. Mari, kita tengok sejenak kisah Nabi Zakaria.
Usia Nabi Zakaria telah senja. Rambutnya telah banyak beruban, dan tulang-tulangnya pun telah rapuh. Ia tidak dapat berjalan kecuali hanya pergi ke tempat ibadah yang telah menjadi kebiasaannya, dan menyampaikan nasihat-nasihatnya, kemudian disusul dengan beribadah. Setelah itu, di penghujung hari, ia kembali untuk menghabiskan gelap malam bersama istrinya yang juga sudah renta, di rumahnya.
Nabi Zakaria sangat ingin memiliki seorang anak. Namun, harapan itu hanya dipendam dalam hatinya, karena ia tahu, usianya dan istrinya sudah sangat renta. Hingga suatu hari, ketika ia menjenguk Maryam di mihrabnya, didapatinya keponakannya yang dalam pengasuhannya itu, tengah mendapatkan rezeki berupa buah-buahan yang tidak pada musimnya.
Padahal, Zakaria tak pernah mengizinkan orang lain untuk menjenguk Maryam. Dia benar-benar menjaga kesucian gadis yang ahli ibadah itu. Maka, Nabi Zakaria pun terheran-heran, dari mana Maryam mendapatkan buah-buahan itu?
Zakaria pun bertanya kepada Maryam, "Wahai Maryam, dari mana kamu memperoleh makanan ini?" Maryam menjawab, "Makanan itu dari sisi Allah. Saat pagi datang aku melihat rezeki itu telah ada dan ketika sore tiba aku melihat rezeki itu telah ada. Padahal aku tidak mengusahakan rezeki tersebut, dan tidak pula meminta kebaikan itu kepada Allah. Rezeki itu mendatangiku sebagai sebuah anugerah, dan aku pun menemukannya di hadapanku dengan mudah. Lalu, mengapa Paman merasa bingung dan aneh? Bukankah Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas?"
Keterangan dari Maryam itu telah menyadarkan Zakaria, bahwa rahmat Allah itu sangat luas. Bila Allah Maha Kuasa memberi rezeki kepada Maryam berupa buah-buahan dalam mihrabnya, maka tentulah mudah bagi Allah untuk memberinya seorang anak, bila Dia menghendaki. Ya, meskipun dirinya dan istrinya sudah tua renta dan keriput, tetapi segala sesuatu adalah mudah bagi Allah .
Maka, dengan penuh keyakinan, dia pun memanjatkan doa kepada Allah,
"Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku (orang-orang yang akan mengatur urusan orang banyak) sepeninggalku, sedang istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah bagiku dari sisi-Mu seorang putra, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai.” (Maryam: 4-6)
Maka Allah pun menjawab doanya,
"Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu (yaitu engkau) akan (memperoleh) seorang anak yang bernama Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia." (Maryam: 7)
Demikianlah, akhirnya Allah mengaruniakan Yahya, seorang anak yang shalih lagi cerdas kepada Nabi Zakaria.
SEMUA PASTI ADA HIKMAHNYA
Setiap ketentuan Allah pasti ada hikmahnya. Demikian juga apa yang telah Dia tentukan untuk kita. Jika hingga saat ini rumah tangga kita belum juga dikaruniai keturunan, mungkin memang itulah yang terbaik buat kita. Barangkali kita memang belum benar-benar siap untuk menjadi orangtua yang baik. Mungkin pula, Allah memang sengaja menguji kesabaran kita atau Dia memiliki pertimbangan lain, yang tidak kita ketahui.
Allah berfirman, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)
Yang pasti, jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah. Teruslah berdoa dan berikhtiar, kemudian terimalah apa yang telah menjadi ketentuan-Nya dengan ikhlas.
KIAT AGAR MEMPEROLEH KETURUNAN
Selain dengan memperbanyak doa, kiat-kiat sederhana berikut bisa Anda praktikkan:
1.Jalani pola hidup sehat, rajinlah berolah raga, dan konsumsi makanan yang bergizi seimbang.
2.Hindari stres dan kelelahan.
3.Sering-seringlah mengonsumsi makanan/suplemen yang menunjang kesuburan. Misalnya tauge, wortel, madu, habbatussauda,
4.Jauhi merokok serta alkohol. Kedua hal itu, selain haram, juga bisa menurunkan tingkat kesuburan.
5.Lakukan hubungan intim secara teratur, dan jagalah selalu kebersihan organ vital Anda agar terhindar dari berbagai kuman dan penyakit. (Oel)
Terakhir Diperbaharui ( Monday, 05 Rabi'ul Awal 1430 07:21 )

23 April 2009

Etika terhadap Suami-Istri

Abu Bakr Jabir al-Jazairi Orang Muslim meyakini adanya etika timbal balik antara suami dan istri, dan etika tersebut adalah hak atas pasangannya yang lain berdasarkan dalil-dalil berikut,

Firman Allah Ta ‘ala, "Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang baik, akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari isterinya. Dan Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana." (Al-Baqarah: 228).
Ayat yang mulia di atas menegaskan, bahwa setiap suami-istri mempunyai hak atas pasangannya, dan suami (laki-laki) diberi tambahan derajat atas wanita (istri) karena alasan-alasan khusus.

Sabda Rasulullah saw. di Haji Wada', "Ketahuilah, bahwa kalian mempunyai hak-hak atas wanita-wanita (istri-istri) kalian, dan sesungguhnya wanita-wanita (istri-istri) kalian mempunyai hak-hak atas kalian." (Diriwayatkan para pemilik Sunan dan At-Tirmidzi men-shahih-kan hadits ini).

Hak-hak ini, sebagian sama di antara suami-istri dan sebagiannya tidak sama. Hak-hak yang sama di antara suarni-istri adalah sebagian berikut:

1. Amanah

Masing-masing suami-istri harus bersikap amanah terhadap pasangannya, dan tidak mengkhianatinya sedikit atau banyak, karena suami istri adalah laksana dua mitra di mana pada keduanya harus ada sifat amanah, saling menasihati, jujur, dan ikhlas dalam semua urusan pribadi keduanya, dan urusan umum keduanya.

2. Cinta kasih

Artinya, masing-masing suami-istri harus memberikan cinta kasih yang tulus kepada pasangannya sepanjang hidupnya karena firman Allah Ta‘ala,

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang." (Ar-Ruum: 21).

Dan karena sabda Rasulullah saw., "Barangsiapa tidak menyayangi ia tidak akan disayangi." (HR Ath-Thabrani dengan sanad yang baik).

3. Saling percaya

Artinya masing-masing suami-istri harus mempercayai pasangannya, dan tidak boleh meragukan kejujurannya, nasihatnya, dan keikhlasannya, karena firman Allah Ta‘ala, "Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara." (Al Hujurat: 10).

Dan karena sabda Rasulullah saw., "Salah seorang dan kalian tidak beriman hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri." (HR Bukhari, Muslim, dan lain-lain).

Ikatan suami-istri itu memperkuat, dan mengokohkan ikatan (ukhuwwah) iman.

Dengan cara seperti itu, masing-masing suami-istri merasa, bahwa dirinya adalah pribadi pasangannya. Oleh karena itu, bagaimana ia tidak mempercayai dirinya sendiri, dan tidak menasihatinya? Atau bagaimana seseorang itu kok menipu dirinya sendiri, dan memperdayainya?

4. Etika umum, seperti lemah lembut dalam pergaulan sehari-hari, wajah yang berseri-seri, ucapan yang baik, penghargaan, dan penghormatan. Itulah pergaulan baik yang diperintahkan Allah Ta‘ala dalam firman-Nya, "Dan bergaullah dengan mereka dengan cara yang baik." (An-Nisa': 19).

Itulah perlakuan baik yang diperintahkan Rasulullah saw. dalam sabdanya, "Perlakukan wanita dengan baik." (HR Muslim).

Inilah sebagian hak-hak bersama antar suami-istri, dan masing-masing dan keduanya harus memberikan hak-hak tersebut kepada pasangannya untuk merealisir perjanjian kuat yang diisyaratkan firman Allah Ta‘ala, "Bagaimana kalian akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kalian telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri. Dan mereka (istri-istri) telah mengambil dari kalian penjanjian yang kuat." (An-Nisa': 21).

Dan karena taat kepada Allah Ta‘ala yang berfirman, "Dan janganlah kalian melupakan keutamaan di antara kalian, Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kalian kerjakan." (A1-Baqarah: 237).

Adapun hak-hak khusus, dan etika-etika yang harus dikerjakan masing-masing suami-istri terhadap pasangannya adalah sebagai berikut:

Hak-hak Istri atas Suami

Terhadap istrinya, seorang suami harus menjalankan etika-etika berikut ini:

1. Memperlakukannya dengan baik karena dalil-dalil berikut:

Firman Allah Ta‘ala, "Dan bergaullah dengan mereka dengan cara yang baik." (An-Nisa': 19).

Ia memberi istrinya makan jika ia makan, memberinya pakaian jika ia berpakaian, dan mendidiknya jika ia khawatir istrinya membangkang seperti diperintahkan Allah Ta‘ala kepadanya dengan menasihatinya tanpa mencaci-maki atau menjelek-jelekkannya. Jika istri tidak taat kepadanya, ia pisah ranjang dengannya. Jika istri tetap tidak taat, ia berhak memukul dengan pukulan yang tidak melukainya, tidak mengucurkan darah, tidak meninggalkan luka, dan membuat salah satu organ tubuhnya tidak dapat menjalankan tugasnya, karena firman Allah Ta‘ala,

"Wanita-wanita yang kalian khawatirkan nusyuznya (pembangkangannya), maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaati kalian, maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka." (An-Nisa': 34).

Sabda Rasulullah saw. kepada orang yang bertanya kepada beliau tentang hak istri atas dirinya, "Hendaknya engkau memberinya makan jika engkau makan, engkau memberinya pakaian jika engkau berpakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menjelek-jelekkannya, dan tidak mendiamkannya kecuali di dalam rumah." (HR Abu Daud dengan sanad yang baik).

Sabda Rasulullah saw., "Ketahuilah bahwa hak-hak wanita-wanita atas kalian ialah hendaknya kalian berbuat baik kepada mereka dengan memberi mereka makan dan pakaian."

Sabda Rasulullah saw., "Laki-laki Mukmin tidak boleh membenci wanita Mukminah. Jika ia membenci sesuatu pada pisiknya, ia menyenangi lainnya." (HR Muslim dan Ahmad).

2. Mengajarkan persoalan-persoalan yang urgen dalam agama kepada istri jika belum mengetahuinya, atau mengizinkannya menghadiri forum-forum ilmiah untuk belajar di dalamnya. Sebab, kebutuhan untuk memperbaiki kualitas agama, dan menyucikan jiwanya itu tidak lebih sedikit dan kebutuhannya terhadap makanan, dan minuman yang wajib diberikan kepadanya. Itu semua berdasarkan dalil-dalil berikut:

Firman Allah Ta‘ala, "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka." (At-Tahrim: 6).

Wanita termasuk bagian dan keluarga laki-laki, dan penjagaan dirinya dan api neraka ialah dengan iman, dan amal shalih. Amal shalih harus berdasarkan ilmu, dan pengetahuan sehingga ia bisa mengerjakannya seperti yang diperintahkan syariat.

Sabda Rasulullah saw., "Ketahuilah, hendaklah kalian memperlakukan wanita-wanita dengan baik, karena mereka adalah ibarat tawanan-tawanan pada kalian." (Muttafaq Alaih).

Di antara perlakuan yang baik terhadap istri ialah mengajarkan sesuatu yang bisa memperbaiki kualitas agamanya, menjamin bisa istiqamah (konsisten) dan urusannya menjadi baik.

3. Mewajibkan istri melaksanakan ajaran-ajaran Islam beserta etika-etikanya, melarangnya buka aurat dan berhubungan bebas (ikhtilath) dengan laki-laki yang bukan muhrimnya, memberikan perlindungan yang memadai kepadanya dengan tidak mengizinkannya merusak akhlak atau agamanya, dan tidak membuka kesempatan baginya untuk menjadi wanita fasik terhadap perintah Allah Ta‘ala dan Rasul-Nya, atau berbuat dosa, sebab ia adalah penanggung jawab tentang istrinya dan diperintahkan menjaganya, dan mengayominya, berdasarkan firman Allah Ta‘ala, "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita." (An-Nisa' 34).

Dan berdasarkan sabda Rasulullah saw., "Seorang suami adalah pemimpin di rumahnya, dan ia akan diminta pertanggungan jawab tentang kepemimpinannya." (Muttafaq Alaih).

4. Berlaku adil terhadap istrinya dan terhadap istri-istrinya yang lain, jika ia mempunyai istri lebih dan satu. Ia berbuat adil terhadap mereka dalam makanan, minuman, pakaian, rumah, dan tidur di ranjang. Ia tidak boleh bersikap curang dalam hal-hal tersebut, atau bertindak zhalim, karena ini diharamkan Allah Ta‘ala dalam firman-Nya, "Kemudian jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah) seorang saja, atau budak-budak wanita yang kalian miliki." (An-Nisa': 3).

Rasulullah saw. mewasiatkan perlakuan yang baik terhadap istri-istri dalam sabdanya, "Orang terbaik dan kalian ialah orang yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku orang terbaik dan kalian terhadap keluarganya." (HR Ath-Thabrani dengan sanad yang baik).

5. Tidak membuka rahasia istrinya dan tidak membeberkan aibnya, sebab ia orang yang diberi kepercayaan terhadapnya, dituntut menjaga, dan melindunginya.

Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah ialah suami yang menggauli istrinya, dan istrinya bergaul dengannya, kemudian ia membeberkan rahasia hubungan suami-istri tersebut." (Diriwayatkan Muslim).

Hak-hak Suami atas Istri

Terhadap suaminya, seorang istri harus menjalankan etika-etika berikut ini:

1. Taat kepadanya selama tidak dalam kemaksiatan kepada Allah Th ‘ala, karena dalil-dalil berikut:

Firman Allah Ta‘ala, "Kemudian jika mereka mentaati kalian, maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka." (An-Nisa': 34).

Sabda Rasulullah saw., "Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur, kemudian istrinya tidak datang kepadanya, dan suaminya pun marah kepadanya pada malam itu, maka istrinya dilaknat para malaikat hingga pagi harinya." (Muttafaq Alaih).

"Seandainya aku suruh seseorang untuk sujud kepada orang lain, maka aku suruh seorang istri sujud kepada suaminya." (HR Abu Daud dan Al-Hakim. At-Tirmidzi meng-shahih-kan hadits mi).

2. Menjaga kehormatan suaminya, kemuliaanya, hartanya, anak-anaknya, dan urusan rumah tangga lainnya, karena dalil-dalil berikut:

Firman Allah Ta'ala, "Maka wanita-wanita yang shalihah ialah wanita-wanita yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)." (An-Nisa': 34).

Sabda Rasulullah saw., "Seoranq istri adalah pemimpin di rumah suaminya, dan anaknya." (Muttafaq Alaih).

Sabda Rasulullah saw., "Maka hak kalian atas istri-istri kalian ialah hendaknya orang-orang yang kalian benci tidak boleh menginjak ranjang-ranjang kalian, dan mereka tidak boleh memberi izin masuk ke rumah kepada orang orang yang tidak kalian sukai." (HR At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

3. Tetap berada di rumah suami, dalam arti, tidak keluar kecuali atas izin dan keridhaannya, menahan pandangan dan merendahkan suaranya, menjaga tangannya dari kejahatan, dan menjaga mulutnya dari perkataan kotor yang bisa melukai kedua orang tua suaminya, atau sanak keluarganya, karena dalil-dalil berikut:

Firman Allah Ta‘ala, "Dan hendaklah kalian tetap di rumah kalian dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu." (Al-Ahzab: 33).

"Maka janganlah kalian tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya." (Al-Ahzab: 32).

"Allah tidak menyukai ucapan buruk." (An-Nisa': 148).

"Katakanlah kepada wanita-wanita beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya'." (An-Nuur: 31).

Sabda Rasulullah saw., "Wanita (istri) terbaik ialah jika engkau melihat kepadanya, ia menyenangkanmu. Jika engkau menyuruhnya, ia taat kepadamu. Jika engkau pergi darinya, ia menjagamu dengan menjaga dirinya dan menjaga hartamu." (HR Muslim dan Ahmad).

Sabda Rasulullah saw., "Kalian jangan melarang wanita-wanita hamba-hamba Allah untuk pergi ke masjid-masjid Allah. Jika istri salah seorang dari kalian meminta izin kepada kalian untuk pergi ke masjid, engkau jangan melarangnya." (HR Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan At Tirmidzi).

Sabda Rasulullah saw., "Izinkan wanita-wanita pergi ke masjid pada malam hari."

Sumber: Diadaptasi dari Abu Bakr Jabir al-Jazairi, Minhaajul Muslim, atau Ensiklopedi Muslim: Minhajul Muslim, terj. Fadhli Bahri (Darul Falah, 2002), hlm. 138-145.

09 April 2009

DO’s & DON’Ts

DO’s:

  • Berkata jujur dalam hal apa pun.
  • Tanamkan kebiasaan untuk mengatakan segala sesuatu apa adanya.
  • Untuk menjaga rahasia katakan ,”Mohon maaf, itu rahasia, tidak dapat dikatakan”.
  • Bersikaplah konsisten dalam menerapkan aturan.
  • Tanamkan pemahaman, kejujuran pasti akan membawa berkah dan keberuntungan.
  • Tumbuhkan kesadaran, Tuhan Maha Melihat.
  • Terapkan manajemen keuangan keluarga secara terbuka bagi seluruh anggota keluarga inti.
  • Ajari anak untuk jujur dalam memanfaatkan dan melaporkan keuangannya.
  • Berikan konsekuensi/sanksi tegas kepada siapa saja yang berlaku tidak jujur dirumah/sekolah.
  • Berikan selalu apresiasi yang tinggi terhadap sikap jujur anak.
  • Berikan penghargaan atas proses kerja keras dan kemandirian anak.
  • Latih anak menghargai milik orang lain.
  • Integrasikan pelajaran mengenai kejujuran dengan pelajaran-pelajaran lainnya.
  • Latih anak membedakan kebutuhan dari keinginan, dan mengendalikan diri ketika menginginkan sesuatu.
  • Biasakan anak mensyukuri segala sesuatu yang diraih dengan usaha sendiri.
  • Beri contoh tindakan membantu orang lain dengan tulus.
  • Mengevaluasi diri sendiri setiap hari mengenai perbuatan sepanjang hari.
  • Meminta maaf dan mengakui kesalahan bila gagal menerapkan suatu hal yang dikomitmenkan bersama.
  • Bahu membahu dengan pasangan dalam pendidikan moral anak dan dri sendiri.

DON’Ts:

  • Berkata bohong pada situasi apa pun.
Menyembunyikan sesuatu dari suami/istri yang sekiranya dapat melunturkan kepercayaan anak pada orangtua.
  • Menyebutkan jumlah yang tidak sesuai untuk pemakain uang keluarga, bisa dilebihkan bisa juga dikurangi.
  • Menyogok guru dengan maksud agar anak mendapatkan nilai-nilai bagus atau naik kelas.
  • Menyelesaikan segala persoalan dengan uang ketimbang menjalani prosedur atau aturan yang berlaku.

  • Menanamkan kebanggan diri yang tidak proporsional pada anak.

Narasumber: Henny E.Wirawan M.Hum, dari Universitas Tarumanegara, Jakarta

07 April 2009

PERANTAU

Hidup di dunia fana ini, walau di mana berada, bagaikan perantau. Perantau yang mencari bekalan dalam perjalanan ke kampong akhirat nan kekal abadi.

Dari Ibn Umar r.a. katanya: “Rasulullah SAW telah memegang bahuku dan bersabda : ‘Anggaplah dirimu di dunia ini sebagai seorang perantau, atau pengembara. Jika engkau berada di waktu petang, maka janganlah engkau menunggu pagi. Dan jika engkau berada di waktu pagi maka janganlah engkau menunggu petang. Gunakanlah waktu sehatmu sebelum datang waktu sakit. Dan gunakanlah waktu hidupmu sebelum datang waktu mati.” [alHadith]

Sungguh, usah dibuai keindahan dunia hingga terlupa tujuan hidup ini. “ Dan tidaklah kehidupan dunia ini melainkan ia hanya berupa permainan dan hiburan sedangkan kehidupan akhirat merupakan kehidupan yang sebenarnya seandainya mereka mengetahui.” [Al- Ankabut:64].

Menghargai waktu yang ada, karena Allah juga telah mengajarkan kepentingan menggunakan waktu dengan sebaiknya; “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal soleh, dan berwasiat (nasihat-menasihati)dengan kebenaran dan berwasiat (nasihat-menasihati) dengan kesabaran.” [Al-‘Asr:1-3]. Saling nasehat-menasehati ke jalanNya, mudah-mudahan tergolong dalam ashabul yamin. “ Maka berilah peringatan, sesungguhnya peringatan itu bermanfaat.”

Dari Abu Hurairah r.a. katanya Rasulullah saw bersabda:” Siapa yang mengajak ke jalan kebenaran maka dia memperolehi pahala sebanyak pahala yang diterima oleh orang-orang yang mengikutinya,tidak kurang sedikitpun. Dan siapa yang mengajak ke jalan kesesatan maka dia memperolehi dosa sama banyak dosa orang-orang yang mengikutinya, tidak kurang sedikitpun.”[Riwayat Muslim]