11 Maret 2009

Orangtua, Anak dan Sekolah

Jangan langsung cemas saat melihat anak kita tak cepat faham saat kita membantu menerangkan pelajaran padanya. Jangan pula langsung memvonis, ada yang kurang dengan otaknya atau mencapnya sebagai anak bandel karena tak memperhatikan. Kita harus ingat bahwa otak memiliki metode bereda-beda untuk bisa belajar dengan efektif. Ada yang lebih cocok dengan mendengarkan, ada yang dengan membaca dan adapula yang baru bisa belajar setelah praktek nyata di lapangan.
Kita juga tak perlu panik secara berlebihan ketika melihat nilai akhir atau rapor anak kita yang 'bersahaja', dengan nilai-nilai seadanya. Sebab, bisa jadi ada kecenderungan, bakat atau talenta lain yang ia miliki. Lemah di pelajaran, tapi ia sangat piawai soal manajerial, sangat suka dengan niaga dan semua yang berkaitan dengan perdagangan. Atau juga ia memiliki jiwa petualang atau mungkin pintar dalam komputer dan senang dengan berbagai perkembangan teknologi dan banyak potensi lain.
Melihat dua realita seperti ini, pertama kita hanya perlu evaluasi dan mencoba menerapkan metode pembelajaran yang pas. Dan yang kedua, kita hanya perlu meluangkan waktu untuk lebih memperhatikannya. Mendalami kecenderungan dan bakat positifnya, untuk kemudian kita salurkan dan optimalkan.
Akan tetapi ketika kita melihat anak kita memiliki sense beragama yang tak seberapa, juga ketaatan pada aturan-Nya yang sangat kurang, maka inilah masalah kita yang sebenarnya. Malas shalat, enggan membaca al Quran atau bahkan tidak bisa membaca, suka mengungkapkan kata-kata kotor, perilaku yang cenderung brutal dan memberontak pada orangtua dan lain sebagainya. Melihat semua ini, kita harus berpikir bahwa ada yang salah dalam pendidikan mereka. Dan prosentase introspeksi lebih besar harus kita tujukan pada diri sendiri sebagai orang tua. Sebab, secara tanggungjawab ilahiyah, kita tidak mungkin menimpakan batu kesalalahan pada orang atau faktor lainnya.
Paling tidak ada dua hal yang perlu kita evaluasi. Pertama, seberapa besar perhatian dan respon kita pada hal-hal yang sifatnya diniyah? Sebab, tak jarang, sebagian kita lebih tertarik dan cenderung memberikan apresiasi hanya pada prestasi-prestasi yang diraih anak dalam urusan duniawi. Kita beri hadiah saat ia juara menyanyi, kita puji saat ia pandai menguasai teknologi. Tapi prestasi-prestasi yang sifatnya diniyah, kita tak pernah ambil peduli. Dari perhatian yang kita berikan, anak akan membuat klasifikasi; yang ini penting karena orangtua memberikan apresiasi dan yang ini tidak penting karena toh orang tua juga tak menganggapnya penting.
Kedua, sudahkah kita memilihkan lingkungan yang baik untuknya? Jika disekitar rumah buruk kondisinya, kita bisa menilai sendiri, seberapa besar proteksi yang telah kita berikan? Dan yang lainnya adalah tentang sekolah. Dalam memilih sekolah, kita harus benar-benar teliti dan hanya asal anak senang. Sebab, lingkungan sekolah memiliki pengaruh cukup besar pada anak.
Prinsip dasar yang harus kita pegang adalah, Allah menciptakan manusia untuk beribadah pada-Nya. Dan kita diberi anugerah anak, bukan lain adalah untuk membentuknya menjadi hamba-Nya yang shalih, itulah tujuan utamanya. Wallahua'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar